Mengubah Tradisi Bledogan
Sungguh dilematis menghilangkan budaya kerajinan bledogan. Di satu sisi bledogan sudah menjadi mata kehidupan turun-temurun bagi sebagian masyarakat di beberepa desa di Jatibarang. Di sisi lain jika diberantas mereka kehilangan mata pencaharian dan sulit mencari pekerjaan alternatif lainnya.
Beberapa tahun silam pernah mencari alternatif mengubah budaya bledogan, dengan membuat produksi kembang api. Hasilnya kurang memuaskan, hanya mampu digeluti bererapa orang saja. Masyarakat masih tetap memilih tradisi lamanya membuat bledogan yang membahayakan dan melanggar UU Darurat No. 01 tahun 1951 itu.
Belakangan ini sudah ditemukan alternatif baru. Bahan baku bledogan mampu dijadikan obat pembasmi hama tikus. Bahan peledak tidak meledak lagi, tapi bila dibakar dan dimasukkan ke sarang tikus, akan keluar asap. Nah asap bahan bledogan tersebut mampu membasmi ribuan binatang hama padi dan tanaman lainnya itu.
"Bahan pembami tikus, atau disingkat "Basmikus", sudah mendapat ijin dari berbagai intsansi terkait termasuk kepolisian. Hasil uji coba membuktikan, bahan bledogan tersebut tidak membahayakan kesehatan manusia, dan hasilnya memuaskan," kata Drs. Jajang Sudrajat, Camat Jatibarang.
Basmikus sudah laku dijual ke berbagai daerah. Harga terjangkau bagi petani. Ratusan masyarakat yang dulunya menggeluti kehidupan membuat bledogan sekarang sudah beralih prtofesi membuat kerajinan basmikus. Dan hasilnya pun lebih menguntungkan ketimbang menggeluti tradisi lamanya.
Pembinaan dari berbagai instansi terkait agar "Basmikus" berkembang pesat terus diupayakan, karena penemuan obat pembasmi tikus, amat bermanfaat dan menguntungkan bagi petani dalam upaya meningkatkan produksi pangan dan hasil tanaman lainnya.
Basmikus yang dikemas seperti bahan bledogan, mudah didapat. Di toko-toko obat pertanian dan di warung-warung juga sudah tersedia. Harganya terjangkau, dan bila basmikus berkembang diharapkan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat.
"Bersyukurlah, ternyata alternatif untuk mengubah budaya kerajinan masyarakat yang membahayakan dan sering mengundang korban harta dan jiwa secara pelan-pelan sudah dilakukan oleh masyarakat itu sendiri," kata Jajang. (undang/deni/www.setda.indramayukab.go.id)
--