INDRAMAYU 15/5/2012 (www.humasindramayu.com) - Jika irigasi baik maka akan berdampak multi efek baik pula. Namun jika saluran irigasi rusak maka siap-siap terhadap dampak yang akan ditimbulkan.
Kebijakan pengelolaan irigasi yang selama ini hanya ditangani pemerintah pada awalnya dapat memberikan dampak yang cukup baik, hal ini dapat dilihat dengan tercapainya swasembada pangan, khususnya beras pada tahun 1984 yang lalu.
Namun keberhasilan tersebut tidak berkelanjutan dan harus berhenti ditengah jalan, bahkan yang semula negara kita bisa swasembada pangan kini justru sebaliknya menjadi negara pengimpor bukan hanya beras namun hampir semua produk dari negera lain telah memenuhi republik ini. Kegagalan tersebut banyak disebabkan oleh dukungan prasarana irigasi dari pemerintah semakin menurun menyebabkan fungsi prasarana irigasi baik kuantitas, kualitas maupun fungsinya mengalami penurunan diakibatkan banyaknya jaringan irigasi yang mengalami degradasi, apalagi setelah Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1997.
Penurunan fungsi prasarana irigasi tersebut antara lain disebabkan bahwa selama ini masyarakat terus beranggapan pengembangan irigasi hanya dan mutlak menjadi tanggung jawab pemerintah semata, sehingga sebagian petani berpendapat bahwa mereka tidak turut bertanggung jawab bahkan terkesan dibiarkan meskipun kerusakan saluran irigasi itu ada dihadapan matanya.
Ditengah semakin kompleksnya permasalahan pengelolaan irigasi yang terus mencuat bahkan telah menjadi suatu konflik sosial, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Inpres Nomor 3 tahun 1999 tentang Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) yang kemudian dilanjutkan dengan Reformasi Kebijakan Pengembangan dan Pengelolaan Irigasi yang pada akhirnya diterbitkannya Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi, dimana Kebijakan Pengelolaan Irigasi dilakukan melalui pendekatan Pengelolaan Irigasi Partisipatif, yang secara substansial sebenarnya sudah lama dikenal melalui pola swadaya atau gotong royong. Untuk wilayah Kabupaten Indramayu telah dikeluarkan Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2007 tentang Irigasi.
Melalui kebijakan tersebut, pengembangan dalam bentuk pembangunan dan rehabilitasi irigasi tidak hanya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah maupun pemerintah daerah, tetapi juga merupakan tanggungjawab petani dan masyarakat secara keseluruhan. Pada dasarnya, pengelolaan irigasi partisipatif adalah suatu pendekatan strategis dalam pengelolaan infrastruktur irigasi melalui keikutsertaan petani dalam semua aspek penyelenggaraan irigasi, termasuk perencanaan, desain, pelaksanaan, pengembangan, pembiayaan, pelaksanaan operasi dan pemeliharaan, pengawasan, pemantauan dan evaluasi serta penyempurnaan sistem dari waktu ke waktu secara berkelanjutan.
Untuk itu dalam rangka mengimplementasikan kebijakan tersebut, kedepan kegiatan Pengembangan Pengelolaan Irigasi Partisipatif merupakan suatu kegiatan atau pola
pembangunan yang menjadi salah satu prioritas untuk dilaksanakan yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Dengan adanya pengelolaan irigasi secara partisipatif oleh masyarakat diharapkan dapat meningkatkan rasa kebersamaan, rasa memiliki dan rasa tanggung jawab dalam pengelolaan irigasi oleh P3A sejak dari persiapan awal, pengambilan keputusan, pelaksanaan kegiatan, pengawasan, operasional dan pemeliharaan. Kemudian terpenuhinya pelayanan irigasi yang memenuhi harapan petani melalui upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan irigasi yang berkelanjutan. (deni/www.humasindramayu.com)