Langsung ke konten utama

Gapura Bukan Sekedar Pembatas Kota

Muh. Fahmi Maulana (Pemenang Lomba Gapura Perbatasan daan Desain Tugu Adipura)

Gapura Bukan Sekedar Pembatas Kota

 

Selama ini gapura masuk suatu kota hanya sebuah tapal batas yang tanpa mengandung makna. Namun ditangan mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Arsitektur ini mencoba dirubah dengan makna dan filosofi yang tinggi agar bukan sekedar tapal batas namun penuh dengan makna dan kebanggaan serta penuh dengan memorable ketika masuk ke wilayah Kabupaten Indramayu.

Pemuda kelahiran 15 Mei 1992 ini menjelaskan, gapura yang berkonsep terbuka dan kaku bergelombang mencirikan ciri khas dan budaya asal Indramayu. Disambut dengan tulisan selamat datang berwarna emas dan di tambahkan 7 gelombang berwarna biru menjelaskan bahwa Indramayu adalah kota yang terkenal dengan pantainya.

Pada desain gapura masuk Indramayu juga diberi 7 buah gelombang yang mengingatkan hari lahir Indramayu  serta ada ikon selendang warna kuning emas yang merupakan pusaka Nyi Endang Darma dan hal ini malambangkan pemerintahan daerah yang berwibawa dan demokratis yang senantiasa membela kepentingan rakyat daerah dan negara yang terdapat pada kiri dan kanan gapura sehingga berjumlah 10 dan menjelaskan bulan kelahiran kota Indramayu yaitu bulan Oktober.

Menurut alumni SMAN 1 Sindang tahun 2010 ini menambahkan, dengan bahan yang minimalis dan terbuka diyakinkan gapura ini sangat cocok dibangun pada perbatasan Indramayu dengan kota lainnya. Selain menjadi pembatas wilayah, desain ini juga memberikan tempat untuk berfoto ataupun bersantai di sekitar perbatasan. Adanya tulisan "Mulih Harja" merupakan motto juang rakyat Indramayu yang di petik dari prasasti Aria Wiralodra dan tulisan dengan warna hitam yang berarti suatu saat nanti Indramayu akan kembali makmur.

Menurut pemuda yang tinggal di Jl. Anggur No.35 BTN Bumi Mekar Permai Lemahmekar  ini menuturkan dalam penataan kota Indramayu sebenarnya sudah sangat bagus, tetapi dalam perawatan dan kepedulian masyarakat Indramayu masih sangat kurang. Hal ini bisa terlihat dari banyaknya tanaman yang kering atau dinding yang dicorat-coret.

Untuk desain Tugu Adipura, pemuda yang merupakan putra dari pasangan M. Syarif dan Erna Marlianti ini memiliki konsep memaksimalkan budaya lokal dan sejarah Indramayu maka terbentuklah sebuah tugu yang bernama Tugu Dharma Ayu. Makna dan falsafah pada desain ini ada pada bentukan yang dapat dilihat dari segi manapun. Jika dilihat dari atas akan terlihat sebuah perisai yang digabung membentuk bunga. Perisai dimaksudkan sebagai senjata perang ketika pada jaman dahulu dan dikelilingi lingkaran yang melambangkan tekad persatuan dan kesatuan dari segenap lapisan. Dan juga melingkar bulat melambangkan hubungan yang erat antara pemerintah dan masyarakat. Selain itu jika dilihat secara keseluruhan dari atas, maka akan terbentuk seperti Cakra yang merupakansenjata peninggalan Raden Aria Wiralodra pendiri Indramayu yang melambangkan kewibawaan dan kesentosaan. .

"Kemudian jika kita lihat dari samping maka akan terbentuk sebuah lingkaran yang berjumlah tujuh buah. Hal ini sebagai garis gelombang sungai Cimanuk berjumlah tujuh yang melambangkan tanggal lahir Indramayu. Karena terdapat sebuah cerita tentang Cimanuk ketika Raden Wiralodra yang mempunyai garis keturunan Majapahit dan Pajajaran, yang terakhir adalah terdapatnya gambar-gambar yang menunjukan kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki oleh Indramayu seperti, Tari Topeng, Berokan, Wayang Kulit, Tarling, Sintren, dan lainnya," kata Obenk panggilan akrabnya.

Kegemaran dalam melakukan corat-ceret ternyata membuahkan hasil bagi dirinya. Lomba desain gapura perbatasan masuk kota dan desain tugu Adipura dalam rangka HUT Kabupaten Indramayu beberapa waktu lalu berhasil disabet semua oleh dirinya. Hadiah sebesar 40 juta rupiah kini telah ditabung untuk keperluan kuliah dan kebutuhan sehari-hari bagi dirinya yang hidup jauh dari Indramayu. Meskipun demikian sepirit Indramayu terus muncul hingga ke Jogjakarta tempat tinggal dirinya saat ini. (deni/humasindramayu)

   

 

Postingan populer dari blog ini

Dinkes Perketat Penjualan Pil Dextro

INDRAMAYU 28/11/2012 ( www.humasindramayu.com ) – Untuk mengurangi nyawa melayang akibat over dosis konsumsi pil dextro di Kabupaten Indramayu. Dinas Kesehatan telah menyebarkan surat edaran mengenai aturan pembelian pil berwarna kuning tersebut. "Surat edaran itu saya sebarkan ke seluruh apotek, toko obat, dan puskesmas," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, Dedi Rohendi, Selasa (27/11). Dalam surat edaran itu disebutkan bahwa seluruh apotek, toko obat, maupun puskesmas untuk tidak menjual pil dextro secara sembarangan. Untuk penjualan pil dextro kepada masyarakat umum, hanya bisa maksimal sepuluh butir atau dengan resep dokter. Dedi mengakui, pil dextro merupakan obat bebas yang bisa dijual secara bebas tanpa membutuhkan resep dari dokter. Namun, mengingat banyaknya penyalahgunaan pil dexro hingga menyebabkan korban berjatuhan, maka aturan itu terpaksa diterapkan. "Jika ada apoteker yang melanggar aturan itu, maka izinnya aka

Rara Roga, Refleksi Sunyi Kesucian Jiwa

Rara Roga, Refleksi Sunyi Kesucian Jiwa Matahari telah lama tertidur di peraduannya. Bintang-bintang bersembunyi di balik awan kelam. Burung malam telah jauh meninggalkan sarangnya. Kicauannya menyapa dedaunan yang basah sisa hujan sore hari. Angin malam mengendap-endap dalam gelap, menelisik sisi kanan-kiri tanggul Cimanuk, mencari jejak yang telah lama hilang terkubur lumpur Gunung Papandayan. Namun, permukaan air di muara sungai Cimanuk sangat tenang. Tidak ada riak air yang bergejolak. Tidak ada turbulensi pusaran air yang besar. Apalagi banjir bandang yang menjebol tanggul dan merendam ratusan desa sepertu puluhan tahun yang silam. Malam itu hilir sungai Cimanuk sangat tenang dan teramat tenang. Seolah tidak terpengaruh dengan kebisingan dan keriuhan di atas punggungnya. Di bawah temaram lampu Taman Cimanuk, diiringi suara gamelan, tampak gadis-gadis melenggak-lenggokan badannya dengan gemulai. Tangan dan jari-jemarinya bergerak lentur mengikuti irama

Sendratari Babad Dermayu, Kisah Indramayu Dalam Tarian

        Berlatang belakang kain putih yang membentang di bawah tugu bambu runcing di alun-alun Indramayu, pagelaran seni Sendratari Babad Indramayu sangat memukau penonton. Berkolaborasi dengan dalang wayang kulit dan diiringi musik tradisional, pertunjukan tari-tarian besutan sutradara Drs. Wregul W. Darkum ini menceritakan perjalanan Kota Indramayu   dari masa ke masa sejak abad ke-5 sampai abad 17, mulai Kerajaan Manukrawa, Padjajaran, Sumedang Larang, Majapahit sampai Mataram Islam.         Pertunjukan dibuka dengan narasi dari dalang wayang kulit yang mengisahkan Indramayu abad ke-5 di bawah Kerajaan Manukrawa. Belasan penari yang berkostum kerajaan tampak melenggak-lenggok di panggung dengan gerakan yang gemulai. Setelah itu, muncul tari topeng kelana yang menjadi tarian khas Indramayu. Saat Indramayu di bawah Kerajaan Demak, belasan penari rudat yang menandakan zaman Islam bermunculan memenuhi seisi panggung. Puncak pertunjukan terjadi saat Indramayu