GANTAR 15/6/2011 (www.humasindramayu.com) – Dihadapan ratusan santri Al-Zaytun Bupati Indramayu Hj. Anna Sophanah berharap agar para santri memiliki sikap dan semangat nasionalisme dan patriotisme sehingga merasa memiliki Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pernyataan itu disampaikan ketika memberikan orientasi dalam Pembukaan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) yang berlangsung di Pondok Pesantren Al-Zaytun Kecamatan Gantar Kabupaten Indramayu, Selasa (14/6) kemarin.
Anna Sophanah menambahkan, di tengah gencarnya isue disintegrasi bangsa dan anggapan mulai pudarnya rasa nasionalisme di kalangan generasi muda, kegiatan PPBN ini dianggap tepat dan strategis, dalam rangka membangkitkan kembali semangat nasionalisme untuk mempererat persatuan dan kesatuan bangsa dalam mempertahankan berdiri tegaknya NKRI.
"Kemerdekaan bangsa Indonesia tidak diperoleh dengan cuma-cuma, melainkan melalui perjuangan yang sangat berat. Perjuangan yang telah mengorbankan harta, nyawa, dan air mata tersebut ternyata tidak sia-sia, karena telah membuahkan kemerdekaan yang telah dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Sekarang, setelah kemerdekaan tersebut tercapai, giliran kita semua untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan tersebut dengan karya nyata dalam pembangunan." Katanya.
Suatu bangsa, lanjut Anna kadang mengalami kesulitan dalam menetapkan arah, kebijakan, dan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam membina kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga dalam perjalanannya sering terjadi ketidakkonsistenan pada komitmen dan cita-cita bangsanya. Sehubungan dengan itu, sangatlah relevan jika terus mencermati kebijakan dan langkah-langkah yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga mempu menciptakan kondisi yang mantap demi terjalinnya persatuan dan kesatuan bangsa sebagai perwujudan dari bela negara.
"Bagi bangsa Indonesia, sudah sejak awal persatuan dan kesatuan bangsa adalah tekad dan cita-cita. Hal ini telah diikrarkan dengan Sumpah Pemuda, dikumandangkan melalui lagu Indonesia Raya, diproklamirkan pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, serta dipatrikan dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945." tegas Anna Sophanah .
Berkaitan hal tersebut, sangat perlu dipahami bagaimana bentuk operasionalnya bagi bangsa yang berbhineka ini, sehingga dalam segala aspek dapat bersatu, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara. Cara tepat yang ditempuh pemerintah selama ini adalah dengan mengeliminir semaksimal mungkin faktor-faktor disintegrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebenarnya ada hal penting lainnya yang perlu dilakukan untuk memelihara semangat atau jiwa persatuan dan kesatuan tersebut, jelas Anna, yaitu dengan mengembangkan dua sikap : pertama, dimensi psikologis, yakni mengembangkan sikap kekeluargaan yang memungkinkan terjadinya proses dialogis segenap unsur bangsa, sehingga dapat menerima pandangan orang lain walaupun berbeda pendapat. Cara ini dikembangkan dengan azas musyawarah dan mufakat. Kedua, dimensi ideologi dan konstitusi, yakni yang menyangkut upaya menjaga agar dinamika yang dikembangkan tidak keluar dari rambu-rambu paradigma nasional yang telah disepakati, yaitu Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa dan ideologi nasional, serta Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional.
"Dengan mengembangkan dua sikap tersebut, diharapkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa tetap menggelora di dada setiap insan Indonesia, sehingga mampu menciptakan kondisi yang kondusif, dimana persatuan dan kesatuan bangsa merupakan pilihan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi." Ujarnya.
Dalam mengarungi dan mengisi kemerdekaan, Indonesia telah mengalami pasang surut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu isue yang berkembang belakangan ini adalah sikap primordialisme yang berlebihan dan lepas kontrol. Oleh karena itu, pembangunan dan pembaharuan sebagai proses pembudayaan berbangsa hendaknya diupayakan dengan menghilangkan penonjolan kesukuan, agama, ras, dan antar-golongan. Hal ini yang sering menimbulkan kerawanan yang berdampak negatif, sehingga mengharuskan kita untuk selalu waspada guna mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi. Salah satu masalah yang mempengaruhi stabilitas dan ketahanan nasional secara makro adalah transformasi informasi dan demokratisasi secara bebas dan cepat. Hal tersebut sedikit banyak berdampak pada persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Seiring dengan perkembangan global, lanjut bupati, masyarakat Indonesia sudah mulai kritis terhadap segala perkembangan, baik dalam negeri maupun dunia internasional. Apabila dalam mencermati, menganalisa, maupun mengadaptasi berbagai informasi tersebut tidak dilandasi dengan pemahaman yang benar dan transparan, maka pengaruh tersebut akan cenderung mengarah ke hal yang negatif.
Berkaitan hal tersebut, kebijakan dan langkah-langkah yang ditempuh pemerintah dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa harus benar-benar direncanakan secara profesional dan terarah untuk mencapai hasil yang optimal. Tantangan dan hambatan dalam memelihara persatuan dan kesatuan bangsa tersebut, tetap akan ada dalam berbagai bentuk sesuai kondisi dan situasi yang berkembang. Untuk itu, diperlukan sikap antisipatif, mawas diri, dan kesadaran yang tinggi dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk tetap konsisten terhadap perjuangan untuk mewujudkan cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah NKRI berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan demikian, salah satu pendekatan konseptual yang dapat digunakan adalah dengan membangkitkan kembali kesadaran kita pada semangat persatuan bangsa, nasionalisme dan patriotisme melalui upaya kesadaran bela negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini sesuai dengan amanat pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945, bahwa "setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara". (deni/humasindramayu.com)